Posted on 08 August 2020 | Categories: RestobazTalk!, Review, F&B Matters, Headline

Kiat-Kiat Restoran Kecil Hingga Menengah Atas Menghadapi Pandemi Covid-19

 

Pandemi COVID-19 sangat berdampak bagi industri kuliner dan restoran di Indonesia. Tidak hanya restoran besar, restoran-restoran kecil dan menengah turut mengalami penurunan omset akibat efek pandemi tersebut.

Salah satu kategori restoran kecil dan menengah yang terkena dampak Covid-19 ini adalah restoran Mie Aceh Seulawah. Restoran yang sudah beroperasi sejak tahun 1996 dan dikenal banyak kalangan artis ini mengalami penurunan omset hingga 20%. Hal ini disampaikan oleh Heru Setyanto, owner dan Direktur PT Selawah Makmur Berkah dalam webinar ReztobazTalk yang bertajuk “Seluk-Beluk Industri Restoran Menghadapi Era New Normal” 23 Juli 2020 lalu. 

Heru menceritakan, di pertengahan bulan Maret 2020 menjadi awal-awal penurunan omset restorannya hingga 50%. Hingga bulan April kondisi menjadi semakin buruk dengan omset hanya mencapai 20% dari biasanya. Penurunan omset ini membuat Heru harus mengambil keputusan berat dengan menutup 4 outlet dari 8 outlet yang dimilikinya. Alasan penutupan outlet ini tidak hanya dikarenakan penurunan omset namun juga kekhawatiran Heru akan pegawainya agar tidak terkena Covid-19. “Tadinya mau ditutup saja semua, karena kasihan juga pegawai-pegawai nanti terkena (Covid-19), kan, ngeri juga.”

Alhasil, demi mempertahankan bisnis yang dibangun bersama istrinya ini, Heru mengambil upaya lainnya untuk bertahan dengan merumahkan beberapa pegawainya. “Dari 1 outlet yang biasanya 6 hingga 8 karyawan, terpaksa hanya 2 orang saja.” Selain itu Heru juga mengurangi menu-menu yang ada, “April kita coba kurangi menu. Dulu ada masakan Aceh, kini hanya Mie, Roti Cane, namun tetap mengurangi karyawan,” ungkapnya. Heru juga mengurangi stok sehingga mengurangi jadwal belanja ke pasar, menggunakan transportasi pribadi saat membeli bahan-bahan produksi, meniadakan iklan, dan mengubah paket internet ke paket yang lebih murah.

Dalam mempersiapkan APD dan peralatan protokol anjuran pemerintah pun Heru lebih memilih untuk membuatnya sendiri, seperti masker, face shield, tempat cuci tangan dan beberapa peralatan lain. Hal ini dikarenakan saat itu APD dan peralatan protokol masih sangat mahal. Bahkan Heru mengaku tidak mampu membeli alat pengukur suhu yang saat itu harganya bisa mencapai di atas 2 juta. 

Belum lagi saat itu pemerintah masih belum mengizinkan para pebisnis kuliner untuk membuka fasilitas dine in mereka, sehingga aktivitas bisnis hanya sebatas online saja. “Karena hanya boleh jualan online, penjualan sedikit sekali, belum lagi potongan dari online juga cukup besar. Sehingga harus ambil sedikit tabungan untuk bayar karyawan. Yang bikin kesel lagi listrik, kok, tinggi (tarifnya). Padahal kita pakai enggak banyak, listrik kok tinggi,” ujar Heru tertawa getir.      

Heru berharap ekonomi Indonesia membaik secepatnya, walaupun dia sadar bahwa itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun yang pasti Heru meminta agar pemerintah lebih memerhatikan para pengusaha restoran. Menurutnya jika restoran-restoran tersebut tutup, maka ini akan berdampak kepada karyawan-karyawan restoran dan juga pasar-pasar. “Karena jika kami tutup maka orang miskin juga akan makin banyak, karena karyawan berkurang, belanja kami kepada pasar juga akan berkurang. Timun saja kami biasa beli 1 ton satu bulan, sekarang hanya 300 kg,” ungkapnya. 

Begitu pula dengan restoran menengah atas seperti Aprez dan Amuz Catering. Dalam webinar yang sama Chef Stefu Santoso Head Chef Amuz Gourmet berbagi pengalaman dalam menghadapi Covid-19. Menurut chef yang juga Ketua ACP Indonesia (Association Of Culinary Professionals) ini mengatakan bahwa kondisi bisnis secara keseluruhan sama dengan yang dihadapi restoran kecil dan menengah selama pandemi Covid-19 ini. 

3 brand yang dipegang oleh Chef Stefu, AMUZ Gournet, APREZ Catering dan ARTOZ Bar sudah ditutup di bulan Maret dan banyak sekali menerima cancelation. “AMUZ french fine dining ditutup karena cancelation yang luar biasa. Terjadi yang complicated pertama itu saat pengunguman kasus Covid-19 di Indonesia, dari reservation 30, itu tinggal cuma 2 orang, itu luar biasa dampaknya,” ungkap chef Stefu.



Chef Stefu Santoso, Head Chef Amuz Gourmet

Dengan kondisi tersebut membuat chef Stefu dan manajemen restorannya mengubah bisnisnya dengan menjual frozen food dan makanan ready to eat ataupun ready to cook. “Sebelumnya tidak punya bisnis frozen food, langsung switch ke frozen food, karena harus mengejar cash money, karena perusahaan mengalami penurunan 80%. Jadi kita jual daging steik gitu, dan juga makanan-makanan yang frozen food lainnya seperti ayam bumbu rujak, empal gentong dan segala macam (itu yang dari katering). Kalo yang dari fine dining mereka menjual barang-barang premium seperti grill steik tuna, duck breast dan segala macam,” tuturnya.

Tidak hanya itu, chef Stefu menceritakan untuk P&L di financial report-nya mengalami minus mulai dari akhir Maret, hingga bulan Juni 2020. Alhasil membuatnya dan manajemen AMUZ berusaha sebisa mungkin mencari apa saja yang bisa dilakukan untuk dijual dalam mendapatkan cash money. “Jadi memang sekarang yang terjadi adalah beradaptasi dengan kondisi sehingga yang dijualpun kita harus lebih berfariasi,” ujarnya. Dirinya dan karyawan-karyawan restoran lainnya di 3 merek tersebut bahkan rela mengalami pemotongan gaji agar kondisi keuangan perusahaan tetap seimbang.

Pengambilan keputusan dengan berpindah arah ke bisnis frozen food menurut chef Stefu tentunya juga dilakukan dengan berbagai macam pertimbangan. Chef Stefu mengatakan bahwa dirinya sendiri bahkan mencoba sebanyak mungkin untuk mendapatkan produk mana yang kira-kira banyak diterima oleh masyarakat. “Saya sendiri banyak mencoba frozen food, jenisnya hampir mencapai 30 macam, namun yang eksis ada 18 jenis produk. Karena masyarakat itu akan melihat,” ungkapnya. 

Selain itu chef Stefu juga menyarankan agar tidak mengambil profit margin terlalu tinggi namun masih bisa diolah secara bisnis. Hal ini menurutnya dikarenakan spending power masyarakat saat ini juga ikut jatuh. Kemudian saran terakhir dari beliau adalah, dalam membuat sebuah produk, harus lihat kemampuan diri sendiri, dan jangan melihat orang lain. “Jangan lihat orang lain bikin apa, tapi melihat Anda mampunya dimana dan yang terbaik dari yang Anda hasilkan itu apa? Itu yang harus dijual, sehingga Anda tidak menjadi lebih pusing,” tutupnya. 


Tags: webinar, restobazaar talk, covid-19, pandemi, industri food service, new normal, kemenparekraf, seluk beluk, kiat kiat, solusi